Jumat, 29 Maret 2013

Kisah Cinta Ku



My First Love

Aku baru duduk di kelas lima SD saat itu  umurku mungkin baru 10-11 tahun. Aku bertemu dengannya saat ada acara tujuh belas agustus di lapangan dekat rumah ku dan rumahnya. Saat itu dia sedang bersama teman-temannya, bisa dibilang genknya. Karena pada waktu itu sedang model genk (kelomopok-kelompok kecil). Aku mengira dia juga mengenalku karena ini bukan pertama kalinya kami bertemu. Mataku selalu memperhatikannya dan aku juga berusaha mengambil perhatiannya dengan cara mendekatinya sedikit demi sedikit.pertama kali aku bertemu dengannya adalah disaat bulan ramadhan. Aku selalu solat terawih di masjid sudirman. Letaknya cukup jauh dari rumahku. Disana lah dan diwaktu itulah aku bertemu dengannya. Saat mata bertemu mata, disanalah aku merasakan rasa yang aneh.  Rasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Rasa itu membuatku selalu ingi melihatnya dan aku selalu ingin terlihat dihadapannya. Selama bulan ramadhan itu aku selalu solat terawih di masjid yang sama dengannya. Alasanku adalah supaya selalu bisa melihatnya. Setiap aku melihatnya dia selalu bersama genk kecilnya itu. Itu membuatku terganggu dengan kehadiran teman-temannya itu. Aku mulai sadar dengan perasaan yang aneh ini. Aku tau aku mulai menyukainya.

Aku belum tahu namanya dan dimana dia tinggal sampai malam terakhir terawih. Setelah malam terakhir itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Aku selalu menulis diary dan menuliskan “si putih” sebutanku untuknya karena aku belum tahu namanya dan saat aku bertemu dengannya di acara tujuh belasan dia mengenakan kaos putih dan membawa sarung yang biasa dia gunakan untuk “tawuran sarung” yang saat itu sedang booming dikalangan anak-anak.

Pada suatu waktu aku tidak sengaja bertemu dengannya. Sepertinya dia baru pulang dari sekolah. Dan akhirnya aku tahu dia bersekolah si SD mana. Ternyata sekolahnya tidak jauh dari rumahku yang artinya dia mungkin selalu melewati rumahku untuk mencapai sekolahnya. Keesokan akhirnya aku menunggu di depan jendela rumahku dan berharap dia lewat. Tidak lama kemudian dia berjalan melewati depan rumahku. Saat itu aku senang sekali karena bisa melihatnya walaupun hanya sekilas. Aku mengingat jam berapa dia biasa lewat supaya aku bisa melihatnya lagi. Keesokan harinya lagi, aku mencoba untuk membuatnya ingat padaku lagi. Aku menunggpu di pinggir lapangan yang juga biasa dia lewati saat berangkat sekolah. Aku memakai pakaian yang aku pakai saat acara tujuh belasan itu. Tapi saat dia lewat dia, dia tidak menoleh sedikitpun kearahku, padahal aku sudah terseyum semanis mungkin saat itu. Usaha ku untuk membuatnya ingat padaku sia-sia.

Aku merasa tidak ada kesempatan untuk aku bisa mengenalnya lebih jauh. Aku memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Waktu terus berlalu, mungkin sudah lewat dua tahun saat aku bertemu dengannya.

Aku masuk ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi. Aku sekarang adalah murid SMP dari sebuah SMP Negeri di daerah rumahku. Saat aku mulai menjadi seorang murid SMP, aku mengalami hal yang kurang beruntung. Saat angkatanku masuk, ternyata sekolah ku sedang dalam pembangunan. Itu membuat kami sebagai angkatan baru dan angkatan-angkatan sebelumnya numpang di sekolah dasar yang letaknya tidak jauh dari sekolah kami. Aku tidak pernah berharap dan menyangka akan bertemu dengannya lagi di sekolah ini. Ternyata aku bersekolah di SMP yang sama dengannya. Dia adalah kakak kelasku. Aku merasa ini kebetulan apa memang kami seharusnya bertemu. Saat aku melihatnya di gedung yang sama denganku, itu membuat perasaan yang telah lama hilang itu muncul lagi, dan perasaan itu mulai menemukan titik terang. Mungkin ini bukan lagi harapan tapi kenyataan yang memang ada dan menghampiriku. Aku mulai lagi mencari tahu tentangnya. Dikelas berapa dia belajar, nomor absennya berapa, nama lengkapnya siapa, ekskul apa yang dia ikuti.

Mataku selalu memperhatikan kemana langkahnya pergi. Saat ada kesempatan untuk mendekatinya, aku tidak buang-buang kesempatan itu. Misalnya saat istirahat, dia sedang jajan apa, aku juga ikut membeli jajanan itu supaya aku bisa bersebelahan dengannya walaupun sebentar. Ada saat dimana aku bisa pulang dan satu angkot dengannya, walaupun dia tidak sadar akan kehadiranku diangkot itu. Akhirnya aku tau dimana dia tinggal. Rumahnya hanya berbeda RT saja denganku. Sepanjang perjalanan pulang aku selalu tersenyum karena senang bisa melihatnya dari dekat walaupun dari belakang. Saat dirumah pun aku masih memikirkannya, berharap bisa bertemu lagi saat aku berangkat ataupun pulang sekolah.

Keesokan harinya di sekolah, saat jam pelajaran olahraga, aku bersama beberapa teman ku duduk di pinggiran lapangan sekolah. Memerhatikan murid lain yang juga sedang berolahraga. Ada sosok yang aku kenal diantara murid-murid yang sedang berolahraga itu. Semakin aku perhatikan ternyata sosok itu adalah dia. Ternyata jam pelajaran olahraga kami sama, jadi aku bisa selalu melihatnya saat pelajaran olahraga berlangsung.  Hal yang paling aku suka saat melihatnya adalah saat dia terseyum lepas, saat dia tersenyum aka nada dua buah lesung di pipi kana dan kirinya. Itulah yang membuatnya terlihat manis. Ada satu hal lagi yang menjadi ciri khasnya, yaitu dia selalu memakai topi yang ujungnya selalu ia lipat kedalam supaya menjadi lengkungan dalam. Aku selalu berpikir ingin membelikannya sebuah topi yang mungkin bisa dia pakai dan menggantikan topinya yang lama itu.

Sudah hampir satu semester aku menjadi siswi SMP dan bersekolah di sekolah yang sama dengannya tapi aku masih belum tahu siapa namanya. Yang aku tahu hanya nama panggilannya yaitu, Rio. Aku tahu karena teman-temannya selalu memanggilnya dengan nama Rio. Saat-saat itulah yang membuatku semakin penasaran dan semakin ingin tahu tentangnya. Mungkin ini kesempatan yang diberikan tuhan padaku, aku tidak sengaja masuk kekelas 3-5, itu adalah kelasnya. Saat itu kelasnya kosong karena sudah jam pulang sekolah. Aku tidak sengaja menemukan absen kelasnya. Dan disana aku tahu kalo nama lengkapnya adalah, Satrio Mugo Diarto, itulah nama cinta pertamaku. Namanya cukup bagus, mungkin dia memang seorang satria di hatiku. Saat aku menemukan absen itu, aku langsung mencatat nama lengkapnya dan nomor absennya. Hari itu rasanya benar-benar menjadi hari keberuntunganku. Dari pulang sekolah samapi dirumah, dari sore sampai malam hanya nama itu yang aku pikirkan, Satrio Mugo Diarto.

Aku berharap dia juga melakukan hal sama seperti yang aku lakukan untuk bisa mengenalnya. Tapi sayang, aku telat bertemu dengannya, telat mengenalnya. Dia ternyata sudah memiliki dambaan hatinya. Saat aku mendengar dia sudah mempunyai pacar aku langsung mencarinya agar aku bisa melihat sendiri. Ternyata memang benar dia sudah punya pacar. Rasanya hati ini berasa dibagi dua bagian saat melihat kebersamaan dia dan pasangannya itu. Aku merasa hancur, dan menyalahkan diriku sendiri. Usaha-usahaku selama ini untuk menarik perhatiannya, mencari tahu siapa dia, itu semuanya hanya sia-sia. Aku tidak bisa dekat dengannya lagi. Rasanya saat memandang dia itu adalah dosa sekarang. Aku memutuskan menghentikan usahaku untuk bisa menjadi orang yang bisa dekat dengannya. Aku mulai menjauh saat aku bertemu dengannya, aku berusaha memalingkan wajahku supaya aku tidak melihatnya.

Tiba saat dia harus meninggalkan sekolah ini karena dia sudah lulus dari sekolah menengah pertama dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Terakhir kalinya aku melihatnya adalah saat dia mengambil ijazah di sekolah. Saat itu aku melihat senyumnya yang lebar. Tanpa aku sadari, aku ikut tersenyum saat melihat senyumnya. Saat aku memikirkan dan berharap dia melihatku, itu pun terjadi. Dia melihat kearahku, aku pun melihat kearahnya. Saat mataku bertemu matanya aku berharap dia bisa tahu perasaan yang aku simpan untuknya. Namun sayang, kontak mata yang kami lakukan tidak lama, karena ada seseorang yang memanggilnya. Seseorang itu adalah pacarnya. Saat itu aku berdoa dan berharap sekali dia memutuskan pacarnya dan berlari kearahku dan mengungkapkan rasa yang sama seperti yang aku rasakan.

Setelah dia lulus aku menjadi kurang semangat kerana tidak ada lagi yang bisa membuatku semangat sekolah. Tidak ada lagi yang bisa aku perhatikan disekolah ini. Aku berharap bisa bertemu dengannya lagi walaupun berbeda sekolah sekarang. Setiap pulang sekolah aku selalu melewati rumahnya dan berharap ada dia sedang berdiri di depan rumahnya.

Sayang, semakin aku berharap semakin sakit hati ini. Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Aku berpikir untuk menjadikannya sebagai cerita cinta monyetku di SMP. Dan menjadikannya cinta pertamaku yang selalu aku ingat sampai sekarang, “Satrio Mugo Diarto”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar