Film
“Jokowi”
Mungkin
film ini akan bisa menambah kekaguman kita pada seorang Joko Widodo yang
bawaannya sederhana. Jujur, saya adalah satu pengagumnya dan sekaligus saya
pendukung dari Jokowi. Saya sangat mengaguminya karena beliau adalah sosok
pemimpin yang sederhana dan tidak berlebihan. Beliau juga selalu melihat
kebawah dan tidak pernah berlagak menjadi seorang penguasa. Kekaguman saya
dimulai dari berita bahwa beliau termasuk sebagai salah satu gubernur terbaik
di Indonesia dan Asia. Ditambah dengan sosoknya yang rendah hati dan tulus.
Beliau tidak pernah berpura-pura dalam hidupnya. Beliau adalah sosok pemimpin
yang sangat diperlukan di negeri yang sudah mulai hancur karena para
pemimpinnya yang selalu memperkaya diri mereka sendiri dengan kekuasaan yang
mereka miliki.
Saya
juga mendengar bahwa Jokowi tidak pernah mengambil gajinya sebagai Gubernur
Solo saat itu. beliau menyumbangkan gajinya untuk membantu rakyat Solo yang dia
pimpin saat itu. beliau juga selalu turun langsung kelapangan dan saling sharing
tentang masalah yang sedang terjadi dengan rakyatnya itu. banyak hal positif
yang saya dapatkan dari beliau. Saya belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin
yang baik bagi rakyatnya.
Film
yang dibuat oleh Azhar Kinoi ini bercerita tentang seorang Jokowi, yang dikenal
sebagai gubernur baru Jakarta setelah ia memenangkan pemilu tahun 2013 lalu.
Sebelum menjadi gubernur DKI Jakarta beliau adalah gubernur Yogyakarta. Beliau
pindah dari solo ke Jakarta setelah memenangkan pemilu pemilihan gubernur Jakarta.
Film ini menceritakan kisah hidup seorang Jokowi yang dikenal sebagai seorang
yang sederhana dan polos. Film ini menceritakan dari jokowi kecil sampai beliau
bisa menjadi seorang gubernur.
Wajah
ibu – ibu tua yang berjualan di pasar Gede, Solo, tampak sumringah. Di tengah
guratan wajah yang menunjukkan kerentaan hidup mereka terpancar harapan cerah.
Ketika itu mereka sedang menyaksikan televisi yang menayangkan langsung
pelantikan Joko Widodo, wong Solo
itu, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mereka bertepuk tangan girang, seperti orang
sedang nonton sepak bola Piala Dunia. Itulah adegan penutup film film Jokowi
arahan sutradara Azhar Kinoi Lubis.
Sebuah
kejelian dari K2K Pictures untuk memproduksi film tentang tokoh yang sangat
popular dan dikenal luas oleh orang dari berbagai lapisan. Setidaknya potensi
pasar alias calon penonton sudah di depan mata. Diasumsikan, penonton sudah
tahu semua tentang Jokowi, kecuali mungkin masa lalunya. Maka jokowi dibuat
dengan pendekatan biografis-historis. Cerita berjalan linier dari Joko Widodo
lahir sampai kemudian terkenal sebagai Jokowi.
Ada
sejumlah babak perjalanan hidup Joko Widodo disorot di film ini. Babak itu
dimulai menjelang hari lahir Joko Widodo, masa kecil, masa remaja, masa kuliah,
masa sebagai pengusaha mebel, dan sebagai gong adalah sekelumit pelantikan yang
diambil dari cuplikan dokumentasi.
Ada
penggambaran bahwa Jokowi kecil itu miskin, tapi gigih bekerja. Bahwa Jokowi
kecil jujur, dan tak bisa disuap. Jokowi remaja suka music rock dengan
menikmati lagu “Black Dog”-nya Led Zeppelin sambil belajar. Jokowi pemalu dalam
menaksir cewek, tapi memberanikan diri.
Efek dramatis
Setiap
babak diberi bumbu dramatis yang takarannya dibuat cukup ekstrem. Tentu ini
untuk mengejar efek dramatis. Dalam adegan penggusuran rumah orang tua Jokowi
misalnya digambarkan petugas mengobrak-abrik dengan kasar. Menjungkir –
balikkan perabot rumah, dan Jokowi kecil menangis. Kesannya berlebihan, dan
jatuhnya malah menjadi tontonan yang terkesan memancing dan menjual rasa iba.
Efek
dramatis juga dikejar lewat adegan ketika keluarga orang tua jokowi mengungsi.
Barang – barang ditaruh dalam gerobak layaknya gerobak pemulung. Diatas barang
– barang itu, Jokowi kecil duduk.
Yang
cukup menarik adalah pemeran tokoh Jokowi dewasa yaitu Teuku Rifnu Wikana. Juga
penampilan Prisia Nasution sebagai Iriana, pacar yang kemudian menjadi istri
Joko Widodo. Cukup berat beban Wikana karena pertama ia harus memerankan Jokowi
remaja SMA dengan rambut gondrong tanggung, sampai jokowi yang telah
berkeluarga dan menjadi pengusaha mebel. Dan, ini yang paling “gawat”, ia harus
siap dinilai orang akan mirip atau tidak mirip dengan Jokowi. Tentu untuk
urusan satu ini setiap orang menyukai ukuran dan kesan yang berbeda. Namun, ia
cukup mulus masuk ke sosok Jokowi. Prisia mempunyai reflek yang luwes dalam
bertutur kata seperti perempuan Jawa. Ia bermain cukup natural.
Film
ini tampaknya mencari jalan “aman” dengan tidak menyentuh ranah politik.
Sepintas pun tak tergambar bagaimana si Joko yang berumah di pinggir kali itu
kemudian menjadi penghuni Loji Gandrung, rumah dinas Wali Kota Solo. Dan
kemudian menjadi orang nomor satu di Jakarta. Tampaknya pembuat film ini
menganggap semua orang sudah tahu apa, siapa, dan mengapa Jokowi sampai ke
Jakarta.
Namun
yang ada adalah petuah sang ayah kepada Jokowi muda, tentang kepemimpinan.
Petuahnya sangat profetif. Ketika itu orang tuanya seakan sudah memproyeksikan
dia menjadi orang penting di tengah rakyat. Pesan itu adalah agar dia menjadi
orang yang rendah hati : “Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake –
berperang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan.
Itulah
petuah yang di sampaikan oleh ayah Jokowi kepada Jokowi. Petuah yang bisa
membawanya menjadi seorang yang rendah hati dan menjadi seorang pemimpin yang
hebat.
Saya
merasa bangga karena pada saat pemilu, saya memilih beliau dan pasangannya saat
itu, nomor tiga. Saya tidak menyesal dengan pilihan saya. Walaupun beliau sudah
menjadi orang kedua yang berkuasa di Dki Jakarta, beliau tidak tinggi hati dan
menjadi orang yang sombong. Walaupun banyak orang yang tidak menyukainya,
beliau tetap pada pendiriannya dan tetap berusaha menjalankan amanat yang
dipercayakan kepadanya untuk memimpin DKI Jakarta.
Tetap
semangat pak Jokowi J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar